Kamis, 25 Desember 2008

Beckham Goal

Yang mau lihat video-nya beckham waktu muda, goal dari tengah lapangan, ini dia (youtube video)

PPH Pasal 23

 PPh Pasal 23 :

n      Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP DN dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

 Pemotong Pajak PPH 23 :

n      Badan pemerintah

n      Subjek pajak badan dalam negeri

n      Penyelenggara kegiatan

n      Bentuk Usaha Tetap

n      Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

n      Orang pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh kepala KPP sebagai Pemotong PPh Pasal 23, misalnya : akuntan, arsitek, notaris, PPAT.

 

Tarif & Objek PPh 23 :

n      Sebesar 15 % dari jumlah bruto atas : dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21.

n      Sebesar 15 % dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.

n      Sebesar 15 % dari perkiraan penghasilan penghasilan neto atas : sewa kecuali sewa tanah dan bangunan (pph final) dan imbalan sehubungan dengan jasa kecuali yang telah dipotong pph 21.

n      Contoh Perkiraan Penghasila Netto :

n      50 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN : jasa konsultan, notaris, dsbnya.

n      40 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN : jasa teknik, sewa mesin fotocopy

n      20 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN : sewa mobil

n      Saat terutang, penyetoran, dan pelaporan :

n      Pemotongan PPh 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran penghasilan yang bersangkutan.

n      PPh 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.

n      Pemotong PPh 23 diwajibkan melaporkan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Pemotong PPh 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong penghasilannya.

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

   Setelah memahami hukum internasional, maka diperlukan pemahaman berikutnya mengenai definisi pajak dan hukum pajak. Menurut Seligman, pajak adalah suatu sumbangan paksaan dari perorangan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang bertalian dengan kepentingan orang banyak (umum), tanpa dapat ditunjukkan adanya keuntungan khusus terhadapnya.

 

Pengertian Hukum Pajak internasional

Ottmar Buhler membagi hukum pajak internasional dalam arti sempit dan hukum pajak internasional dalam arti luas. Hukum pajak internasional dalam arti sempit  adalah kaedah-kaedah norma hukum perselisihan yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional), sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas ialah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ini ditambah peraturan nasional yang mempunyai obyek hukum perselisihan, khususnya tentang perpajakan.

Teicher memberikan kesimpulan bahwa dalam hukum pajak internasional dalam arti luas termasuk sebagai berikut  :  

a.  hukum pajak internasional dan nasional;

b. hukum yang mengatur perjanjian pajak untuk mencegah pajak ganda dan lain-lain perjanjian internasional;

c.  bagian dari hukum antar bangsa yaitu :

i).  peraturan hukum yang mengandung soal-soal pajak dalam hukum internasional / antar bangsa yang diakui secara umum;

     ii).  keputusan pengadilan internasional Den Haag                   yang memuat soal-soal perpajakan;

    iii). apa yang telah berkembang sebagai hukum pajak pada masyarakat internasional (tertentu) seperti  supranationales steuerrecht.  Menurut Rosendorff, hukum pajak internasional sebagai keseluruhan hukum pajak nasional dari semua negara yang ada di dunia.

DASAR HUKUM, PENGERTIAN, PENJELASAN, PEMBAYARAN, SANKSI, PERHITUNGAN BPHTB

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

 

A.   DASAR HUKUM

Dasar Hukum BPHTB yaitu :

1)      UU No. 21 Tahun 1997, tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2000.

2)      Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, pasal 8 ayat (3).

3)      Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996.

4)      Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997.

5)      Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 635/KMK.04/1994.

6)      Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 393/KMK.04/1996.

7)      Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 636/KMK.04/1997.

 

Dengan diterapkannya undang-undang ini, maka :

1.      Dapat mengkompensasikan penurunan penerimaan daerah karena diberlakukannya UU mengenai Pajak dan Retribusi Daerah karena 99 % penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah.

2.      Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan

3.      Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan keuangan negara

 

B.   PENGERTIAN, PENJELASAN, PEMBAYARAN, SANKSI, PERHITUNGAN, DSB

1.      Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

2.      Dasar Pengenaan Pajak BPHTB

DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.

3.      Saat Pembayaran BPHTB

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :

a)      Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.

b)      Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.

c)      Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.

Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.

4.      Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

a)      Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.

b)      Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.

c)      Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.

d)      Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).

 

5.      Obyek Pajak BPHTB

Obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi :

a.  Pemindahan hak , karena :

1)      Jual beli

2)      Tukar menukar

3)      Hibah

4)      Hibah wasiat

5)      Pemasukan dalam perseroan atau badan  hukum lainnya

6)      Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

7)      Penunjukan pembeli dalam lelang

8)      Pelaksanaan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap

9)      Hadiah

10)  Waris

11)  Penggabungan usaha

12)  Peleburan usaha

13)  Pemekaran  usaha

b.  Pemberian hak baru, karena :

1.      Kelanjutan pelepasan hak

2.      Di luar pelepasan hak

Jenis-jenis hak-hak atas tanah adalah :

a.       Hak milik

b.      Hak guna usaha

c.       Hak guna bangunan

d.      Hak pakai

e.       Hak milik atas satuan rumah susun

f.        Hak pengelolaan

 

6.      Obyek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB

Obyek pajak yang diperoleh :

a.       Perwakilan diplomatik, konsulat dengan asas timbal balik

b.      Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

c.       Badan / perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut

d.      Orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama

e.       Orang pribadi atau badan karena wakaf

f.        Orang pribadi  atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

 

7.      Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) yang berupa :

a.   Harga Transaksi untuk         : 1.  Jual beli

            2.  Penunjukan pembeli dalam lelang

b.   Nilai Pasar, untuk                : 1.  Tukar menukar

         2.  Hibah

3.  Hibah

4.  Hibah wasiat

5.  Waris

6.  Pemberian hak baru, dan lain-lain

c.               Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB dalam hal apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB

8.      Obyek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat dan hak pengelolaan

a.       Untuk obyek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat untuk memberikan rasa keadilan karena :

1.      hibah wasiat merupakan penetapan wasiat khusus yang berlaku pada saat pemberi wasiat meninggal dunia

2.      pada umumnya penerima hibah wasiat adalah orang pribadi yang tidak mampu atau badan sebagai penghargaan

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 111 tahun 2000, BPHTB yang terhutang adalah sebesar 50 % dari yang seharusnya

b)      Untuk obyek pajak yang diperoleh karena hak pengelolaan yang merupakan hak di luar Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) , pengenaannya sesuai Peraturan Pemerintah No. 112 tahun 2000 adalah sebesar :

1.     0 % dari BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerima HPL adalah Departemen, Lembaga Negara Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kota/Kanupaten, lembaga pemerintah lainnya dan Perum Perumnas

2.    50 % dalam hal penerima HPL adalah selain angka 1 di atas.

 

9.      Subyek Pajak

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

 

10.  Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.
Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.

SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.

11.  Contoh kasus, Sistematika dan Cara Menghitung Besarnya BPHTB Terutang

1.   Singkatan/kependekan baku dan urutan unsur penghitung:

a.       NPOP: Nilai Perolehan Objek Pajak

b.      NJOP: Nilai Jual Objek Pajak

c.       NPOPTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

d.      NPOPKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak

e.       Tarif Pajak: 5% kali NJOPKP=BPHTB

f.        BPHTB: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang.

2.  Rumus pengenaan pajak/BPHTB:

(NPOP/NJOP) dikurangi NJOPTKP = NPOPKPx5%  =  BPHTB terutang

3. Batas: Nilai Perolehan Objek Pajak/NPOP, Tidak Kena Pajak atau NPOPTKP yang ditetapkan secara regional, paling banyak/maksimal sebesar:

a.  Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah), namun secara fiskal dapat ditetapkan lebih kecil dari maksimal sesuai dengan ketetapan regional masing-masing kabupaten/kota provinsi daerah tertentu.

Kelompok NPOPTKP pada huruf ''a'' dengan maksimal Rp 60.000.000 berikut penyesuaian secara regional ini selanjutnya disebut: NPOPTKP Umum.

b.  Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk istri/suami.

Juga dalam hal ini secara fiskal dapat ditetapkan lebih kecil dari jumlah maksimal Rp 300.000.000 sesuai dengan ketetapan regional masing-masing kabupaten/kota dan provinsi daerah tertentu.

Kelompok: NPOPTKP pada huruf ''b'' berikut penyesuaiannya secara regional ini selanjutnya disebut NPOPTKP Khusus (penerima waris dan hibah wasiat sesuai dengan syarat ketentuan yang berlaku).

4.  Contoh penetapan besarnya NPOPTKP secara regional, bagi daerah Kota Semarang adalah sebesar:

a. NPOPTKP Umum sebesar Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah)

b. NPOPTKP Khusus sebesar Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) untuk waris dan hibah wasiat.

 Contoh penghitungan BPHTB terutang atas kasus-kasus perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

1.   Pada tanggal 5 Februari 2002 Tn Arbi membeli sebidang tanah yang terletak di kabupaten BK, dengan nilai perolehan objek pajak/NPOP: Rp 58.000.000, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak/NPOPTKP, untuk kelompok umum di kabupaten BK, ditetapkan sebesar Rp 60.000.000, BPHTB terutang:

a. NPOP sebesar Rp 58.000.000.

b. NPOPTKP sebesar Rp 60.000.000

c. NPOPKP sebesar Rp 0

d. BPHTB terutang=5%xRp 0 = nihil.

2.   Pada tanggal 7 Februari 2002 Tn Arman membeli sebidang tanah dan bangunan yang terletak di kabupaten BK, dengan nilai perolehan objek pajak/NPOP sebesar Rp 320.000.000 sedang NPOPTKP-nya di Kabupaten BK sebesar Rp 60.000.000, penghitungan BPHTB yang terutang adalah:

a. NPOP sebesar Rp 320.000.000

b. NPOPTKP sebesar Rp 60.000.000

c. NPOPKP sebesar Rp 260.000.000

d. BPHTB terutang=5%xRp 260.000.000 = Rp 13.000.000.

3.   Secara regional, seandainya pembeli tanah dan bangunan tersebut di atas terletak di Kodya/Kota Semarang, yang NPOPTKP-nya ditetapkan sebesar Rp 20.000.000 maka kasus 1 sudah terutang BPHTB sebesar Rp 1.900.000 dan kasus 2 sebesar Rp 15.000.000.

12.  Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

Pajak bumi dan bangunan (PBB)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A.     DASAR HUKUM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Yang menjadi dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah

1.      Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan. Adapun susunannya adalah sebagai berikut:

Bab I               Ketentuan Umum

Bab II              Obyek Pajak

Bab III             Subyek Pajak

Bab IV            Tarif Pajak

Bab V              Dasar Pengenaan Dan Cara Menghitung Pajak

Bab VI            Tahun Pajak, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terhutang

Bab VII           Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Objek Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Dan Surat Ketetapan Pajak

Bab VIII          Surat Tata Cara Pembayaran Dan Penagihan
Bab IX            Keberatan Dan Banding
Bab X              Pembagian Hasil Penerimaan Pajak
Bab XI            Ketentuan Lain-lain
Bab XII           Ketentuan Pidana
Bab XIII          Ketentuan Peralihan
Bab XIV          Ketentuan Penutup

 

2.      PP No 46 Tahun 1985  tentang persentase NJKP pada PBB

3.      Kep. Menkeu No. 1002/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Pendaftaran

 

 

 

 

 

 

 

B.     PENGERTIAN DAN PENJELASAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

I.  Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

            Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.

            PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

 II.  Objek PBB

     Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":

     Bumi          : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

                           Contoh :  sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.

     Bangunan  : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.

                           Contoh    rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

 

III.       Objek PBB Yang Dikecualikan

         Objek yang dikecualikan adalah objek yang :

1.      Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum  dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2.      Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.

3.      Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.

4.      Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan  Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

IV.        Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :

·        mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

·        memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

·        memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;

·        memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

 

V.      Cara Mendaftarkan Objek PBB

Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi  letak objek tersebut, dengan cara sebagai berikut:

1.      Mengambil SPOP di KPBB / KPP Pratama atau di Kantor Kelurahan.

2.      Mendaftarkan objek tanah dan atau bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).

3.      Mengisi SPOP dengan benar dan jelas sesuai dengan sesuai kondisi objek pajak seperti luas tanah maupun luas bangunan serta komponen utama dan pendukung bangunan serta fasilitas lainnya.

4.      Menyerahkan SPOP ke KPBB (Kantor Pajak Bumi dan Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek pajak berada.

 

 VI.   Dasar Pengenaan  PBB

      Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :

1.      Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

2.      perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya;

3.      nilai perolehan baru;

4.      penentuan nilai jual objek pengganti. 

VII.     Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :

1.      Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.

2.      Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya. 

VIII.  Dasar Penghitungan PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :

1.      Objek pajak perkebunan adalah 40%

2.      Objek pajak kehutanan adalah 40%

3.      Objek pajak pertambangan adalah 20%

4.      Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

-   apabila NJOP-nya  > Rp1.000.000.000,00  adalah 40%

-   apabila NJOP-nya < class="spelle">adalah 20%

IX.        Tarif dan Rumus Penghitungan PBB

Besarnya  tarif PBB adalah 0,5%

1.      0,5% (setengah persen) sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1994

2.      Tarif efektif PBB adalah 0,1% untuk obyek yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk NJOP yang nilainya lebih besar/sama dengan 1 milyar. Untuk menghitung nilai pajak terutang Pejak Bumi dan Bengunan/PBB dilakukan dengan cara mengalikan tarif efektif dengan nilai jual obyek pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). 

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a.   Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

      = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

      = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b.   Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

      = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

      = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

 

X.           Tempat dan Cara Pembayaran PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang  telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

PBB dapat dibayar di Bank Persepsi yang berada di KPBB / KPP Pratama, 160 bank tempat pembayaran secara online seperti Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank DKI serta melalui ATM BCA atau BII di seluruh Indonesia.

 

Untuk membayar PBB harus mengikuti tata cara yang ada yaitu membawa langsung SPPT PBB atau STTS tahun sebelumnya ke Bank yang dapat menerima pembayaran PBB. Bisa juga membayar PBB dengan fasilitas pembayaran melalui ATM BCA dan BII dengan memasukkan NOP dan tahun pajak. Pembayaran PBB tidak dapat dicicil atau diangsur. Setelah membayar PBB mintalah tanda bukti telah membayar lunas PBB dari Bank berupa STTS.

Menurut Undang-Undang Pasal 11 pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah SPPT PBB diterima Wajib Pajak (WP). Untuk PBB wilayah DKI Jakarta ditetapkan paling lambat tanggal 28 agustus setiap tahunnya. Jika pembayaran PBB dilaksanakan tetapi sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan maka akan dikenai sanksi perpajakan berupa denda administrasi.

 

XI.        Saat Yang Menentukan Pajak Terutang.

            Saat yang menentukan pajak terutang menurut Pasal 8 ayat 2 UU PBB adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh :     A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

    Contoh :     A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

XII.  Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh Wajib PBB

a.   Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB

Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima / dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.

         b.   Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB

Bila menurut wajib pajak ada yang tidak sesuai antara data seperti NJOP, luas tanah dan atau bangunan pada SPPT yang diterimanya, maka dapat mengajukan keberatan ke KP PBB atau KPP Pratama. Surat pengajuan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima paling lambat diajukan 3 bulan sejak SPPT PBB diterima WP. KPBB / KPP Pratama memiliki batas waktu 12 bulan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima. Jika dalam tempo 12 bulan tidak ada jawaban maka keberatan WP dianggap diterima / dikabulkan.

XIII.  Kewajiban-kewajiban Wajib Pajak dalam UU PBB

1.      Mendaftarkan Objek Pajak;

2.      Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap.

3.      Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat paling lambat 30 hari setelah formulir SPOP diterima.

4.      Melaporkan perubahan data Objek Pajak/Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.

 

XIV.  Istilah-Istilah Dalam Pajak Bumi dan Bangunan (Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 Jo UU No. 12 Tahun 1994)

1)      Bumi, yaitu Permukaan bumi dan Tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi Tanah, Perairan pedalaman termasuk rawa-rawa tambak pengairan serta laut wilayah RI.

2)      Bangunan, yaitu konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.

3)      Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti.

4)      Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), yaitu surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan undang-undang.

5)      Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), yaitu surat yang digunakan oleh Ditjen Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak.

6)      Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim, yaitu dari tanggal 1 Januari s/d 31 Desember.

7)      Nomor Objek Pajak adalah Nomor Objek Pajak adalah nomor identifikasi objek pajak (termasuk objek pajak yang dikecualikan sebagaimana Pasal 3 UU No 12 Tahun 1985 s.t.d.t.d UU No. 12 Tahun 1994) yang memiliki karakteristik unik, permanen, standar dengan satuan blok dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan yang berlaku secara nasional.

 XV.     Penjelasan Tentang Nomor Objek Pajak

a.   Pengertian NOP

Nomor Objek Pajak adalah nomor identifikasi objek pajak (termasuk objek pajak yang dikecualikan sebagaimana Pasal 3 UU No 12 Tahun 1985 s.t.d.t.d UU No. 12 Tahun 1994) yang memiliki karakteristik unik, permanen, standar dengan satuan blok dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan yang berlaku secara nasional

 

b.   Susunan NOP

NOP terdiri dari 18 digit dengan struktur sebagai berikut :
- 2 digit pertama : Kode Dati I
- 2 digit kedua : Kode Dati II
- 3 digit ketiga : Kode Kecamatan
- 3 digit keempat : Kode Desa/Kelurahan
- 3 digit kelima : Kode Nomor Blok
- 4 digit keenam : Nomor Urut Objek
- 1 digit ketujuh : Kode Khusus

 

c.  Kegunaan NOP

Ø      Memudahkan mengetahui letak/lokasi objek pajak.

Ø      Memudahkan pemantauan penyampaian/pengambilan SPOP, sehingga dapat diketahui objek yang sudah/belum terdaftar.

Ø      Sebagai alat untuk mengintegrasikan data atributik dan grafis (peta) PBB.

Ø      Mengurangi kemungkinan adanya ketetapan ganda.

Ø      Memudahkan penyampaian SPPT, sehingga wajib pajak dapat menerimanya dengan tepat waktu.

Ø      Wajib pajak akan mendapatkan identitas atas setiap objek yang dimiliki/dikuasainya.

 XVI.  Sanksi Perpajakan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB

a.       Sanksi Administrasi

1.      Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak walaupun sudah ditegor secara tertulis, dikenakan denda administrasi sebesar 25% dari pokok pajak.

2.      Wajib Pajak yang melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak), dikenakan denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang.

3.      Pajak terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak atau kurang dibayar, akan dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan, dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. 

b.      Sanksi Pidana

 

1.      Wajib pajak yang tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian negara, maka akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terhutang;

 

2.      Wajib pajak yang dengan sengaja :

-         tidak mengembalikan atau menyampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak ;

-         menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

-         memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen dipalsukan seolah-olah benar;

-         tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;

-         tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, akan dikenakan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terhutang.

-         Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

 

XVII.     Contoh penghitungan PBB

 

Contoh:

 

1.      Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan dudanya.
Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000/m2
Nilai jual tanah tersebut termasuk kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000/m2. Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000/m2.
Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000/m2

 

Penghitungan PBB-nya:

Jumlah NJOP bumi                1.000 x Rp802.000      = Rp    802.000.000

Jumlah NJOP Bangunan        400 x Rp968.000         = Rp    387.200.000

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB                         = Rp 1.189.200.000

NJOPTKP                                                                = Rp        8.000.000

NJOP untuk penghitungan PBB                                 = Rp 1.181.200.000

NJKP 40% x Rp1.181.200.000                                = Rp    472.480.000

PBB yang terutang : 0,5% x Rp 472.480.000             = Rp        2.362.400

 

 

2.      Apabila Objek Pajak pada contoh 1 diatas dimiliki/ dikuasai/dimanfaatkan oleh PNS, ABRI, Pensiunan termasuk janda/dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang pensiun maka penghitungannya adalah:

 

      NJKP 20% x Rp1.181.200.000                                = Rp   236.240.000

      PBB yang terutang : 0,5% x Rp 236.240.000             = Rp       1.181.200

 

3.      Objek perumahan lainnya dan non perumahan
Luas Bumi 300 m2 dengan nilai jual Rp 75.000/m2
Nilai jual bumi tersebut termasuk kelas 30 dengan nilai jual Rp 82.000/m2. Luas Bangunan 150 m2 dengan nilai jual Rp 260.000,-/m2
Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 10 dengan nilai jual Rp 264.000,- /m2

 

Penghitungan PBB-nya :

Jumlah NJOP bumi 300 x Rp 82.000                         = Rp 24.600.000

Jumlah NJOP Bangunan 150 x Rp 264.000   = Rp 39.600.000

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB             = Rp 64.200.000

NJOPTKP                                                                = Rp 8.000.000

NJOP untuk penghitungan PBB                                 = Rp 56.200.000

NJKP 20% x Rp56.200.000                                     = Rp 11.240.000

PBB yang terutang : 0,5% x Rp11.240.000    = Rp        56.200

 

4.      Seorang WP hanya mempunyai objek pajak berupa bumi sbb :

NJOP Bumi               Rp    3.000.000

NJOPTKP                Rp    8.000.000 –

                                                            -

Tidak dikenakan PBB

 

5.      WP mempunyai dua objek pajak bumi dan bangunan masing- masing di desa A dan B

Desa A          :     NJOP Bumi                        Rp  8.000.000

                           NJOP Bangunan                 Rp  5.000.000 +

                           NJOP sbg DPP                  Rp 13.000.000

                           NJOPTKP                         Rp.  8.000.000 –

                           NJOP u/pengh. Pjk            Rp   5.000.000

Desa B             NJOP Bumi                        Rp    5.000.000

                           NJOP Bangunan                 Rp    3.000.000 +

                           NJOP sbg DPP                  Rp    8.000.000

                           NJOPTKP                         Rp.       -            

                  NJOP u/pengh. Pjk            Rp    8.000.000

6.      WP mempunyai dua objek pajak berupa bumi dan bangunan pada satu Desa 
 Objek I     :     NJOP Bumi               Rp   4.000.000

                        NJOP Bangunan                    Rp   2.000.000 +

                        NJOP sbg DPP                     Rp   6.000.000

                        NJOPTKP                            Rp.  8.000.000  

                        NJOP u/pengh. Pjk               Rp.       -

                        (Tidak dikenakan PBB)

Objek II     :     NJOP Bumi               Rp   4.000.000

                        NJOP Bangunan                    Rp   1.000.000 +

                        NJOP sbg DPP                     Rp   5.000.000

                        NJOPTKP                            Rp.            -      

                        NJOP u/pengh. pjk                Rp  5.000.000