Kamis, 25 Desember 2008

DASAR HUKUM, PENGERTIAN, PENJELASAN, PEMBAYARAN, SANKSI, PERHITUNGAN BPHTB

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

 

A.   DASAR HUKUM

Dasar Hukum BPHTB yaitu :

1)      UU No. 21 Tahun 1997, tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2000.

2)      Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, pasal 8 ayat (3).

3)      Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996.

4)      Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997.

5)      Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 635/KMK.04/1994.

6)      Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 393/KMK.04/1996.

7)      Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 636/KMK.04/1997.

 

Dengan diterapkannya undang-undang ini, maka :

1.      Dapat mengkompensasikan penurunan penerimaan daerah karena diberlakukannya UU mengenai Pajak dan Retribusi Daerah karena 99 % penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah.

2.      Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan

3.      Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan keuangan negara

 

B.   PENGERTIAN, PENJELASAN, PEMBAYARAN, SANKSI, PERHITUNGAN, DSB

1.      Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

2.      Dasar Pengenaan Pajak BPHTB

DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.

3.      Saat Pembayaran BPHTB

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :

a)      Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.

b)      Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.

c)      Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.

Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.

4.      Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

a)      Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.

b)      Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.

c)      Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.

d)      Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).

 

5.      Obyek Pajak BPHTB

Obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi :

a.  Pemindahan hak , karena :

1)      Jual beli

2)      Tukar menukar

3)      Hibah

4)      Hibah wasiat

5)      Pemasukan dalam perseroan atau badan  hukum lainnya

6)      Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

7)      Penunjukan pembeli dalam lelang

8)      Pelaksanaan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap

9)      Hadiah

10)  Waris

11)  Penggabungan usaha

12)  Peleburan usaha

13)  Pemekaran  usaha

b.  Pemberian hak baru, karena :

1.      Kelanjutan pelepasan hak

2.      Di luar pelepasan hak

Jenis-jenis hak-hak atas tanah adalah :

a.       Hak milik

b.      Hak guna usaha

c.       Hak guna bangunan

d.      Hak pakai

e.       Hak milik atas satuan rumah susun

f.        Hak pengelolaan

 

6.      Obyek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB

Obyek pajak yang diperoleh :

a.       Perwakilan diplomatik, konsulat dengan asas timbal balik

b.      Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

c.       Badan / perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut

d.      Orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama

e.       Orang pribadi atau badan karena wakaf

f.        Orang pribadi  atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

 

7.      Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) yang berupa :

a.   Harga Transaksi untuk         : 1.  Jual beli

            2.  Penunjukan pembeli dalam lelang

b.   Nilai Pasar, untuk                : 1.  Tukar menukar

         2.  Hibah

3.  Hibah

4.  Hibah wasiat

5.  Waris

6.  Pemberian hak baru, dan lain-lain

c.               Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB dalam hal apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB

8.      Obyek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat dan hak pengelolaan

a.       Untuk obyek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat untuk memberikan rasa keadilan karena :

1.      hibah wasiat merupakan penetapan wasiat khusus yang berlaku pada saat pemberi wasiat meninggal dunia

2.      pada umumnya penerima hibah wasiat adalah orang pribadi yang tidak mampu atau badan sebagai penghargaan

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 111 tahun 2000, BPHTB yang terhutang adalah sebesar 50 % dari yang seharusnya

b)      Untuk obyek pajak yang diperoleh karena hak pengelolaan yang merupakan hak di luar Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) , pengenaannya sesuai Peraturan Pemerintah No. 112 tahun 2000 adalah sebesar :

1.     0 % dari BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerima HPL adalah Departemen, Lembaga Negara Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kota/Kanupaten, lembaga pemerintah lainnya dan Perum Perumnas

2.    50 % dalam hal penerima HPL adalah selain angka 1 di atas.

 

9.      Subyek Pajak

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

 

10.  Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.
Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.

SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.

11.  Contoh kasus, Sistematika dan Cara Menghitung Besarnya BPHTB Terutang

1.   Singkatan/kependekan baku dan urutan unsur penghitung:

a.       NPOP: Nilai Perolehan Objek Pajak

b.      NJOP: Nilai Jual Objek Pajak

c.       NPOPTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

d.      NPOPKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak

e.       Tarif Pajak: 5% kali NJOPKP=BPHTB

f.        BPHTB: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang.

2.  Rumus pengenaan pajak/BPHTB:

(NPOP/NJOP) dikurangi NJOPTKP = NPOPKPx5%  =  BPHTB terutang

3. Batas: Nilai Perolehan Objek Pajak/NPOP, Tidak Kena Pajak atau NPOPTKP yang ditetapkan secara regional, paling banyak/maksimal sebesar:

a.  Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah), namun secara fiskal dapat ditetapkan lebih kecil dari maksimal sesuai dengan ketetapan regional masing-masing kabupaten/kota provinsi daerah tertentu.

Kelompok NPOPTKP pada huruf ''a'' dengan maksimal Rp 60.000.000 berikut penyesuaian secara regional ini selanjutnya disebut: NPOPTKP Umum.

b.  Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk istri/suami.

Juga dalam hal ini secara fiskal dapat ditetapkan lebih kecil dari jumlah maksimal Rp 300.000.000 sesuai dengan ketetapan regional masing-masing kabupaten/kota dan provinsi daerah tertentu.

Kelompok: NPOPTKP pada huruf ''b'' berikut penyesuaiannya secara regional ini selanjutnya disebut NPOPTKP Khusus (penerima waris dan hibah wasiat sesuai dengan syarat ketentuan yang berlaku).

4.  Contoh penetapan besarnya NPOPTKP secara regional, bagi daerah Kota Semarang adalah sebesar:

a. NPOPTKP Umum sebesar Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah)

b. NPOPTKP Khusus sebesar Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) untuk waris dan hibah wasiat.

 Contoh penghitungan BPHTB terutang atas kasus-kasus perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

1.   Pada tanggal 5 Februari 2002 Tn Arbi membeli sebidang tanah yang terletak di kabupaten BK, dengan nilai perolehan objek pajak/NPOP: Rp 58.000.000, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak/NPOPTKP, untuk kelompok umum di kabupaten BK, ditetapkan sebesar Rp 60.000.000, BPHTB terutang:

a. NPOP sebesar Rp 58.000.000.

b. NPOPTKP sebesar Rp 60.000.000

c. NPOPKP sebesar Rp 0

d. BPHTB terutang=5%xRp 0 = nihil.

2.   Pada tanggal 7 Februari 2002 Tn Arman membeli sebidang tanah dan bangunan yang terletak di kabupaten BK, dengan nilai perolehan objek pajak/NPOP sebesar Rp 320.000.000 sedang NPOPTKP-nya di Kabupaten BK sebesar Rp 60.000.000, penghitungan BPHTB yang terutang adalah:

a. NPOP sebesar Rp 320.000.000

b. NPOPTKP sebesar Rp 60.000.000

c. NPOPKP sebesar Rp 260.000.000

d. BPHTB terutang=5%xRp 260.000.000 = Rp 13.000.000.

3.   Secara regional, seandainya pembeli tanah dan bangunan tersebut di atas terletak di Kodya/Kota Semarang, yang NPOPTKP-nya ditetapkan sebesar Rp 20.000.000 maka kasus 1 sudah terutang BPHTB sebesar Rp 1.900.000 dan kasus 2 sebesar Rp 15.000.000.

12.  Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

Tidak ada komentar: