Kamis, 25 Desember 2008

Pajak bumi dan bangunan (PBB)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A.     DASAR HUKUM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Yang menjadi dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah

1.      Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan. Adapun susunannya adalah sebagai berikut:

Bab I               Ketentuan Umum

Bab II              Obyek Pajak

Bab III             Subyek Pajak

Bab IV            Tarif Pajak

Bab V              Dasar Pengenaan Dan Cara Menghitung Pajak

Bab VI            Tahun Pajak, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terhutang

Bab VII           Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Objek Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Dan Surat Ketetapan Pajak

Bab VIII          Surat Tata Cara Pembayaran Dan Penagihan
Bab IX            Keberatan Dan Banding
Bab X              Pembagian Hasil Penerimaan Pajak
Bab XI            Ketentuan Lain-lain
Bab XII           Ketentuan Pidana
Bab XIII          Ketentuan Peralihan
Bab XIV          Ketentuan Penutup

 

2.      PP No 46 Tahun 1985  tentang persentase NJKP pada PBB

3.      Kep. Menkeu No. 1002/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Pendaftaran

 

 

 

 

 

 

 

B.     PENGERTIAN DAN PENJELASAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

I.  Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

            Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.

            PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

 II.  Objek PBB

     Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":

     Bumi          : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

                           Contoh :  sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.

     Bangunan  : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.

                           Contoh    rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

 

III.       Objek PBB Yang Dikecualikan

         Objek yang dikecualikan adalah objek yang :

1.      Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum  dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2.      Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.

3.      Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.

4.      Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan  Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

IV.        Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :

·        mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

·        memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

·        memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;

·        memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

 

V.      Cara Mendaftarkan Objek PBB

Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi  letak objek tersebut, dengan cara sebagai berikut:

1.      Mengambil SPOP di KPBB / KPP Pratama atau di Kantor Kelurahan.

2.      Mendaftarkan objek tanah dan atau bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).

3.      Mengisi SPOP dengan benar dan jelas sesuai dengan sesuai kondisi objek pajak seperti luas tanah maupun luas bangunan serta komponen utama dan pendukung bangunan serta fasilitas lainnya.

4.      Menyerahkan SPOP ke KPBB (Kantor Pajak Bumi dan Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek pajak berada.

 

 VI.   Dasar Pengenaan  PBB

      Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :

1.      Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

2.      perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya;

3.      nilai perolehan baru;

4.      penentuan nilai jual objek pengganti. 

VII.     Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :

1.      Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.

2.      Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya. 

VIII.  Dasar Penghitungan PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :

1.      Objek pajak perkebunan adalah 40%

2.      Objek pajak kehutanan adalah 40%

3.      Objek pajak pertambangan adalah 20%

4.      Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

-   apabila NJOP-nya  > Rp1.000.000.000,00  adalah 40%

-   apabila NJOP-nya < class="spelle">adalah 20%

IX.        Tarif dan Rumus Penghitungan PBB

Besarnya  tarif PBB adalah 0,5%

1.      0,5% (setengah persen) sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1994

2.      Tarif efektif PBB adalah 0,1% untuk obyek yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk NJOP yang nilainya lebih besar/sama dengan 1 milyar. Untuk menghitung nilai pajak terutang Pejak Bumi dan Bengunan/PBB dilakukan dengan cara mengalikan tarif efektif dengan nilai jual obyek pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). 

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a.   Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

      = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

      = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b.   Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

      = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

      = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

 

X.           Tempat dan Cara Pembayaran PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang  telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

PBB dapat dibayar di Bank Persepsi yang berada di KPBB / KPP Pratama, 160 bank tempat pembayaran secara online seperti Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank DKI serta melalui ATM BCA atau BII di seluruh Indonesia.

 

Untuk membayar PBB harus mengikuti tata cara yang ada yaitu membawa langsung SPPT PBB atau STTS tahun sebelumnya ke Bank yang dapat menerima pembayaran PBB. Bisa juga membayar PBB dengan fasilitas pembayaran melalui ATM BCA dan BII dengan memasukkan NOP dan tahun pajak. Pembayaran PBB tidak dapat dicicil atau diangsur. Setelah membayar PBB mintalah tanda bukti telah membayar lunas PBB dari Bank berupa STTS.

Menurut Undang-Undang Pasal 11 pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah SPPT PBB diterima Wajib Pajak (WP). Untuk PBB wilayah DKI Jakarta ditetapkan paling lambat tanggal 28 agustus setiap tahunnya. Jika pembayaran PBB dilaksanakan tetapi sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan maka akan dikenai sanksi perpajakan berupa denda administrasi.

 

XI.        Saat Yang Menentukan Pajak Terutang.

            Saat yang menentukan pajak terutang menurut Pasal 8 ayat 2 UU PBB adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh :     A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

    Contoh :     A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

XII.  Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh Wajib PBB

a.   Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB

Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima / dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.

         b.   Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB

Bila menurut wajib pajak ada yang tidak sesuai antara data seperti NJOP, luas tanah dan atau bangunan pada SPPT yang diterimanya, maka dapat mengajukan keberatan ke KP PBB atau KPP Pratama. Surat pengajuan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima paling lambat diajukan 3 bulan sejak SPPT PBB diterima WP. KPBB / KPP Pratama memiliki batas waktu 12 bulan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima. Jika dalam tempo 12 bulan tidak ada jawaban maka keberatan WP dianggap diterima / dikabulkan.

XIII.  Kewajiban-kewajiban Wajib Pajak dalam UU PBB

1.      Mendaftarkan Objek Pajak;

2.      Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap.

3.      Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat paling lambat 30 hari setelah formulir SPOP diterima.

4.      Melaporkan perubahan data Objek Pajak/Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.

 

XIV.  Istilah-Istilah Dalam Pajak Bumi dan Bangunan (Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 Jo UU No. 12 Tahun 1994)

1)      Bumi, yaitu Permukaan bumi dan Tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi Tanah, Perairan pedalaman termasuk rawa-rawa tambak pengairan serta laut wilayah RI.

2)      Bangunan, yaitu konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.

3)      Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti.

4)      Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), yaitu surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan undang-undang.

5)      Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), yaitu surat yang digunakan oleh Ditjen Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak.

6)      Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim, yaitu dari tanggal 1 Januari s/d 31 Desember.

7)      Nomor Objek Pajak adalah Nomor Objek Pajak adalah nomor identifikasi objek pajak (termasuk objek pajak yang dikecualikan sebagaimana Pasal 3 UU No 12 Tahun 1985 s.t.d.t.d UU No. 12 Tahun 1994) yang memiliki karakteristik unik, permanen, standar dengan satuan blok dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan yang berlaku secara nasional.

 XV.     Penjelasan Tentang Nomor Objek Pajak

a.   Pengertian NOP

Nomor Objek Pajak adalah nomor identifikasi objek pajak (termasuk objek pajak yang dikecualikan sebagaimana Pasal 3 UU No 12 Tahun 1985 s.t.d.t.d UU No. 12 Tahun 1994) yang memiliki karakteristik unik, permanen, standar dengan satuan blok dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan yang berlaku secara nasional

 

b.   Susunan NOP

NOP terdiri dari 18 digit dengan struktur sebagai berikut :
- 2 digit pertama : Kode Dati I
- 2 digit kedua : Kode Dati II
- 3 digit ketiga : Kode Kecamatan
- 3 digit keempat : Kode Desa/Kelurahan
- 3 digit kelima : Kode Nomor Blok
- 4 digit keenam : Nomor Urut Objek
- 1 digit ketujuh : Kode Khusus

 

c.  Kegunaan NOP

Ø      Memudahkan mengetahui letak/lokasi objek pajak.

Ø      Memudahkan pemantauan penyampaian/pengambilan SPOP, sehingga dapat diketahui objek yang sudah/belum terdaftar.

Ø      Sebagai alat untuk mengintegrasikan data atributik dan grafis (peta) PBB.

Ø      Mengurangi kemungkinan adanya ketetapan ganda.

Ø      Memudahkan penyampaian SPPT, sehingga wajib pajak dapat menerimanya dengan tepat waktu.

Ø      Wajib pajak akan mendapatkan identitas atas setiap objek yang dimiliki/dikuasainya.

 XVI.  Sanksi Perpajakan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB

a.       Sanksi Administrasi

1.      Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak walaupun sudah ditegor secara tertulis, dikenakan denda administrasi sebesar 25% dari pokok pajak.

2.      Wajib Pajak yang melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak), dikenakan denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang.

3.      Pajak terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak atau kurang dibayar, akan dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan, dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. 

b.      Sanksi Pidana

 

1.      Wajib pajak yang tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian negara, maka akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terhutang;

 

2.      Wajib pajak yang dengan sengaja :

-         tidak mengembalikan atau menyampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak ;

-         menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

-         memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen dipalsukan seolah-olah benar;

-         tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;

-         tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, akan dikenakan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terhutang.

-         Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

 

XVII.     Contoh penghitungan PBB

 

Contoh:

 

1.      Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan dudanya.
Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000/m2
Nilai jual tanah tersebut termasuk kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000/m2. Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000/m2.
Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000/m2

 

Penghitungan PBB-nya:

Jumlah NJOP bumi                1.000 x Rp802.000      = Rp    802.000.000

Jumlah NJOP Bangunan        400 x Rp968.000         = Rp    387.200.000

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB                         = Rp 1.189.200.000

NJOPTKP                                                                = Rp        8.000.000

NJOP untuk penghitungan PBB                                 = Rp 1.181.200.000

NJKP 40% x Rp1.181.200.000                                = Rp    472.480.000

PBB yang terutang : 0,5% x Rp 472.480.000             = Rp        2.362.400

 

 

2.      Apabila Objek Pajak pada contoh 1 diatas dimiliki/ dikuasai/dimanfaatkan oleh PNS, ABRI, Pensiunan termasuk janda/dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang pensiun maka penghitungannya adalah:

 

      NJKP 20% x Rp1.181.200.000                                = Rp   236.240.000

      PBB yang terutang : 0,5% x Rp 236.240.000             = Rp       1.181.200

 

3.      Objek perumahan lainnya dan non perumahan
Luas Bumi 300 m2 dengan nilai jual Rp 75.000/m2
Nilai jual bumi tersebut termasuk kelas 30 dengan nilai jual Rp 82.000/m2. Luas Bangunan 150 m2 dengan nilai jual Rp 260.000,-/m2
Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 10 dengan nilai jual Rp 264.000,- /m2

 

Penghitungan PBB-nya :

Jumlah NJOP bumi 300 x Rp 82.000                         = Rp 24.600.000

Jumlah NJOP Bangunan 150 x Rp 264.000   = Rp 39.600.000

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB             = Rp 64.200.000

NJOPTKP                                                                = Rp 8.000.000

NJOP untuk penghitungan PBB                                 = Rp 56.200.000

NJKP 20% x Rp56.200.000                                     = Rp 11.240.000

PBB yang terutang : 0,5% x Rp11.240.000    = Rp        56.200

 

4.      Seorang WP hanya mempunyai objek pajak berupa bumi sbb :

NJOP Bumi               Rp    3.000.000

NJOPTKP                Rp    8.000.000 –

                                                            -

Tidak dikenakan PBB

 

5.      WP mempunyai dua objek pajak bumi dan bangunan masing- masing di desa A dan B

Desa A          :     NJOP Bumi                        Rp  8.000.000

                           NJOP Bangunan                 Rp  5.000.000 +

                           NJOP sbg DPP                  Rp 13.000.000

                           NJOPTKP                         Rp.  8.000.000 –

                           NJOP u/pengh. Pjk            Rp   5.000.000

Desa B             NJOP Bumi                        Rp    5.000.000

                           NJOP Bangunan                 Rp    3.000.000 +

                           NJOP sbg DPP                  Rp    8.000.000

                           NJOPTKP                         Rp.       -            

                  NJOP u/pengh. Pjk            Rp    8.000.000

6.      WP mempunyai dua objek pajak berupa bumi dan bangunan pada satu Desa 
 Objek I     :     NJOP Bumi               Rp   4.000.000

                        NJOP Bangunan                    Rp   2.000.000 +

                        NJOP sbg DPP                     Rp   6.000.000

                        NJOPTKP                            Rp.  8.000.000  

                        NJOP u/pengh. Pjk               Rp.       -

                        (Tidak dikenakan PBB)

Objek II     :     NJOP Bumi               Rp   4.000.000

                        NJOP Bangunan                    Rp   1.000.000 +

                        NJOP sbg DPP                     Rp   5.000.000

                        NJOPTKP                            Rp.            -      

                        NJOP u/pengh. pjk                Rp  5.000.000   

Tidak ada komentar: